Kami Anak Anak PII:

Pelajar Islam Indonesia. Berjiwa Kepemimpinan, Berfikir Kritis, Cerdas, Cendikia,Dan Militan

29 Mar 2013

Sejarah Dan Ke Khasan Kampung Laweyan

A.   Sejarah Kampoeng Batik Laweyan                   
Kampung Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Berdasarkan sejarah yang ditulis oleh R.T. Mlayadipuro desa Laweyan (kini Kampoeng Laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah Laweyan barulah berarti setelah Kyai Ageng Hanis bermukim di desa Laweyan. Pada tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati) dan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala (sekarang jalan Dr. Rajiman). Kyai Ageng Henis adalah putra dari Kyai Ageng Sela yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Henis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga “manggala pinatuwaning nagara” Kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M.

Peta Desa Laweyan masa Keraton Pajang
Setelah Kyai Ageng Henis meninggal dan dimakamkan
di pasarean Laweyan (tempat tetirah Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung di desa Laweyan), rumah tempat tinggal Kyai Ageng Henis ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya. Sewaktu Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1568 M Sutowijoyo lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (Pasar Laweyan). Kemudian Sutowijaya pindah ke Mataram (Kota Gede) dan menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan Panembahan Senopati yang kemudian menurunkan raja – raja Mataram.



Panembahan Senopati
Masih menurut RT. Mlayadipuro Pasar Laweyan dulunya merupakan pasar Lawe (bahan baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku kapas pada saat itu banyak dihasilkan dari desa Pedan, Juwiring, dan Gawok yang masih termasuk daerah Kerajaan Pajang.
Lokasi Pasar Laweyan di sekitar Tugu Kampoeng Batik Laweyan
Adapun lokasi pasar Laweyan terdapat di desa Laweyan (sekarang terletak diantara kampung Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar Mati serta di sebelah timur kampung Setono). Di selatan pasar Laweyan di tepi sungai Kabanaran terdapat sebuah bandar besar yaitu bandar Kabanaran. Melalui bandar dan sungai Kabanaran tersebut pasar Laweyan terhubung ke bandar besar Nusupan di tepi Sungai Bengawan Solo.


Lokasi Bandar Kabanaran
K.H. Samanhudi
Pada jaman sebelum kemerdekaan kampung Laweyan pernah memegang peranan penting dalam kehidupan politik terutama pada masa pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar tahun 1911 Serikat Dagang Islam (SDI) berdiri di kampung Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi sebagai pendirinya. Dalam bidang ekonomi para saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan koperasi dengan didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemi Putera Soerakarta” pada tahun 1935.
B.   Kebudayaan Kampoeng Laweyan
Di Kampoeng Laweyan pada malam hari setiap tanggal 25 diadakan pertemuan rutin yang biasa disebut Selawenan. Acara tersebut merupakan ajang silaturahmi, ajang diskusi, ajang promosi yang juga disertai pentas kesenian tradisional. Dengan bertemunya warga laweyan, tokoh-tokoh masyarakat dan para tamu akan lebih mempererat jalinan komunikasi dan persahabatan diantara mereka. Dalam acara diskusi para hadirin dapat menambah wawasan sosial budaya dari Narasumber yang berkompeten. Narasumber yang diundang terdiri dari berbagai macam profesi seperti akdemisi, praktisi dan kalangan birokrat. Dialog interaktif juga dilangsungkan sehingga mereka dapat bertukar pikiran untuk mencari solusi dari berbagai permasalahan di masyarakat. Sekarang, acara selawenan telah menjadi agenda Pemkot-Surakarta.
Semakin lama pamor Selawenan meningkat dan memperoleh perhatian yang baik dari mass media Lokal dan Nasional. Seiring kemajuan tersebut, para pengusaha mulai aktif berpromosi lewat media Selawenan, dengan harapan produk dan perusahaannya semakin dikenal masyarakat luas. Acara hiburan yang menyuguhkan pentas kesenian tradisional juga ditampilkan seperti Kethoprak, Musik Lesung, Tari-tarian, Wayang dan lain-lain. Pentas Kesenian Tradisiomal ternyata memperoleh perhatian yang baik dari masyarakat laweyan dan sekitarnya. Respon yang baik ini menginspirasi para pengurus FPKBL untuk terus melestarikan budaya lokal yang adiluhung.
C.   Hasil Produksi Kampoeng Batik Laweyan
1.     Batik Tulis
Dulu Kampung Laweyan merupakan sentra industri kain tenun dan bahan pakaian yang sering disebut Lawe. Kampoeng Laweyan sudah ada sebelum masa pemerintahan Kraton Pajang pada abad 15 M. Pada tahun 1546 M Kyai Ageng Henis bermukim di desa Laweyan. Beliau merupakan bangsawan keturunan Prabu Brawijaya V. Selain menyebarkan agama Islam di Laweyan, Kyai Ageng Henis juga mengajarkan teknik pembuatan Batik Tulis yang merupakan tradisi leluhur dari kalangan istana.

Canthing


Proses Membatik
Batik Tulis adalah suatu teknik melukis di atas kain dengan menggunakan berbagai peralatan seperti canthing (alat untuk mengoleskan malam pada kain), gawangan (rangka bambu untuk membentangkan kain), wajan (tempat untuk mencairkan malam), anglo (tempat pengapian arang), tepas (kipas), kain pelindung, saringan malam dan dingklik (tempat duduk).
Pada waktu itu bahan pewarna yang digunakan berasal dari pohon tinggi, mengkudu, soga, dan nila. Sedangkan untuk bahan soda memakai soda abu dan bahan garam dari lumpur. Karena semua bahan tersebut berasal dari alam, maka tidak menimbulkan polusi pada lingkungannya.
Proses pembuatan batik tulis meliputi beberapa tahapan seperti mola (membuat pola), ngiseni (mengisi bagian yang sudah dibuat polanya), nerusi (membatik pada sisi sebaliknya), nemboki (menutup bagian kain yang tidak akan diwarnai), mbiriki (proses penghalusan tembokan), pewarnaan, nglorot (merebus kain  agar malamnya larut / lepas) dan mbabari.
Karena proses yang panjang dan sangat  membutuhkan keahlian  dari pembatik, maka batik tulis dijual dengan harga yang mahal. Batik tulis tergolong sebagai Batik Halus (nomor satu). Batik tulis dari kain sutera  merupakan batik termahal dan diproduksi dalam jumlah terbatas. Batik ini dibuat untuk memenuhi permintaan pasar segmen menengah ke atas dan untuk keperluan ekspor.


Motif Batik Tulis
2.     Batik Cap
Ketika masa penjajahan Belanda, pada tahun 1905 berdiri organisasi Serikat Dagang Islam yang diprakarsai oleh K.H. Samanhudi, salah satu saudagar batik di Laweyan. Pada masa inilah muncul teknik baru pembuatan batik dengan menggunakan cap. Dengan bantuan cap, proses pembuatan batik dapat dipersingkat dan tidak menuntut keahlian seperti pada pembatik batik tulis, sehingga bisa menekan biaya produksi serta sangat produktif.

Alat Cap

Proses nge-cap
Untuk membuat sehelai kain batik tulis diperlukan waktu sekitar satu bulan tergantung tingkat kesulitannya. Sedangkan dengan menggunakan cap, sehari dapat dihasilkan rata-rata dua puluh helai kain batik. Ini suatu inovasi industri yang sangat menjanjikan harapan baru bagi para pengusaha untuk meraih kesuksesan. Sejarahpun juga mencatat pada masa era KH. Samanhudi industri batik mencapai puncak keemasannya.


Share it Please

Unknown

pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia yang Berada Di Jawa Tengah Yaitu Kabupaten Pati. Dan Ini Merupakan Postingan Dari kepala bidang Komunikasi Umat Dan Dari Pengurus Lain.

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar dengan bahasa yang santun dan sopan

Copyright @ 2013 PII Pati. Designed by Templateism | Love for The Globe Press